Taufik Hidayat Blak-blakan Soal Politik Olahraga di Indonesia, Sebatas Kontroversi atau Solusi?

Awal bulan Mei lalu, jagad keolahragaan duniawi dibuat gempar dengan kemunculan sesosok wajah sang legenda bulutangkis dalam negeri, Tufik Hidayat, di dalam salah satu Youtube channel yang membahas seputar kondisi dunia olahraga dalam negeri. Bersama dengan sang tuan rumah, Deddy Corbuizer, Taufik bercerita panjang lebar mengenai apa yang dialami dan diamatinya.

Percakapan yang berkonsep ala Podcast dibuka dengan statement sang legenda yang mengatakan bahwa olahraga di Indonesia tak akan pernah maju jika olahraga dibawa ke ranah politik. Hmm.. menarik.

“Kan yang pembawa (obor) Touch Relay, Susi Susanti kan? Itu tuh gue gak punya jatah (untuk membawa obor tersebut) sama sekali loh, untuk bawa itu. Karena dulu gue beda warna. Jadi segitunya olahraga dibawa ke politik. Kalau olahraga dibawa ke politik, (olahraga di Indonesia) gak akan pernah maju.”

Bukan hal yang tabu lagi disaat kita berada di kubu yang berbeda, maka perlakuan yang kita dapatkan dari orang-orang dari dalam kubu tersebut akan berbeda dengan, jika, kita berada didalam circle tersebut. Hal ini pun dirasakan betul oleh Taufik di lingkup keorganisasian olahraga.

Bicara perihal keatletan, tak perlu diragukan lagi. Masyarakat lokal maupun global telah sama-sama mengetahui sepak terjang Taufik dari perolehan prestasi yang ia kumpulkan selama ini. Prestasi-prestasi yang ia toreh bukan hanya melambungkan nama pribadinya saja, melainkan juga membanggakan merah-putih dimata dunia.

Keikutsertaannya dalam keorganisasian ia rasa tak sejalan dengannya. Terdapat bagian-bagian yang menurutnya perlu dibenahi, yang nyatanya tak semudah membalikkan telapak tangan. Ia berpendapat untuk merombak paling tidak setengah dari jumlah anggota keorganisasian yang ada, jika olahraga di Indonesia ingin maju.

“Kalau bisa dibilang kasarnya tuh, sekarang gue cuma berpikir, siapapun disitu menterinya (Kemenpora) akan sama saja. Itu harus setengah gedung harus dibongkar. Tikusnya banyak, banyak banget.” Ujar Taufik.

Terseretnya nama sang legenda bulutangkis dalam kasus suap Menpora Imam Nahrawi, yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, tentu mengejutkan banyak pihak, khususnya para pelaku olahraga. Dirinya mengakui jika memang dirinya bersalah, dia tak berpikir terlalu panjang kala itu. “Gue ngakuin, gue salah. Cuma kan gue gak berpikir panjang” katanya.

Taufik berpendapat bahwa dirinya tak bisa berbuat banyak kaitannya dengan membenahi dan memperbaiki kondisi keorganisasian olahraga. Nama besarnya sebagai atlet seolah redup jika dibandingkan dengan peran yang ia jalani di dalam organisasi. “Gue siapa? Sekarang kan jangankan di yang gede itu pemerintah (Kemenpora), yang di scope kecil aja lets say di PBSI aja gue gak bisa masuk.”

Hal tersebut direspon oleh Deddy, “kenapa Menteri olahraga yang dipilih adalah Menteri-menteri yang tidak ngerti olahraga dan tidak bisa olahraga? Dia kan tidak tahu kesulitan atlet itu apa? Susahnya atlet apa? Kan dia gak ngerti begitu?”

Pertanyaan tersebut pada dasarnya merupakan pertanyaan yang tak jauh berbeda dari apa yang sering dipertanyakan di kalangan para mahasiswa olahraga yang aware dengan kondisi kelembagaan di negara kita. Dalam beberapa kesempatan saat masih aktif di kampus, seringkali saya mendapati rekan-rekan seperjuangan di kampus olahraga akan keresahan ini. Mengapa orang-orang yang berkecimpung dalam lingkup perencanaan kebijakan seputar keolahragaan tidak di handle oleh para olahragawan? Apakah peran serta para olahragawan ini hanya cukup menjalankan kebijakan saja?

Tufik menambahkan, “dikira di PBSI banyak orang yang ngerti tentang badminton? Enggak juga”. Meskipun memang pendapat ini tidak bisa semena-mena kita konsumsi mentah-mentah. Dikatakan banyak bukan berarti semua orang yang berada di PBSI (Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia) tak paham tentang badminton, namun dalam konteks ini Taufik seperti menyayangkan kondisi yang ada di dalam sana.

Secara keseluruhan, berbagai pendapat dan cerita yang diungkapkan Taufik dalam video berdurasi 67 menit tersebut seolah mengundang dan menggugah kembali kesadaran masyarakat khususnya para pelaku olahraga akan kondisi dunia keolahragaan dalam negeri hari ini.

Video tersebut hingga hari ini telah berhasil mengundang sejumlah lebih dari 5 juta viewers dengan 171 ribu likes dan 3 ribu dislikes. Pun juga berhasil memancing berbagai awak media dan pihak-pihak terkait untuk mengusut apa-apa yang diutarakan Taufik dalam video tersebut.

Jika kita bicara bahwa apa yang dilakukan Taufik ini telah menimbulkan kontroversi di berbagai kalangan, tentu kita sepakat. Perdebatan akan selalu ada selama kita hidup berdampingan di dunia, beriringan dengan berbagai macam usaha dan percobaan yang mampu dan telah kita lakukan. Yang jelas Taufik telah berusaha dengan caranya, hingga akhirnya ia memutuskan untuk mundur dari posisinya pada waktu sebelum Asian Games 2019 bergulir.

Barangkali sebagian dari kita akan berkompromi dan bersepakat dengan pendapat Taufik tentang perombakan setengah gedung sebagai solusi. Sepakat atau tidak, pilihan ada ditangan anda.


Comments